Siapa pun ahli keuangan akan menyarankan hal yang sama kepada kita agar memiliki simpanan harta untuk keadaan darurat yang berkisar satu hingga enam bulan kali lipat dari pendapatan kita. Adapun minimalnya adalah pendapatan selama tiga bulan. Dana tersebut jangan disentuh apalagi digunakan, melainkan adanya urusan darurat yang mendesak. Dan mereka juga selalu menyarankan agar jangan pernah berinvestasi (dalam investasi apapun sekalipun) sebelum cukup simpanan darurat.
Sebaiknya, dana simpanan sebagai keperluan darurat agar disimpan di rekening bank yang kita punya dalam bentuk tunai supaya mudah diambil kapan saja jika muncul hal darurat. Saya sendiri lebih suka menyimpan di dalam akun rekening Tabung Haji Malaysia (salah satu lembaga keuangan yang mengelola dana haji di Malaysia) karena di sana agak susah untuk mengeluarkan dana yang sudah tersimpan. Adapun jika disimpan di akun rekening bank lainnya, risiko yang bisa dihadapi adalah mudahnya pemborosan dan akhirnya bocor lagi simpanan uang kita.
Saya juga memanfaatkan tabungan berjangka yang banyak ditawarkan lembaga keuangan dan perbankan di Indonesia. Selain untuk melatih pola kedisiplinan dan konsistensi dalam menabung, tabungan berjangka juga tidak mudah dicairkan sebelum batas waktu yang disepakati. Akan tetapi ada solusi yang terbaik untuk diterapkan bagi mereka yang kesulitan dalam menyimpan uang untuk keperluan darurat dengan cara menukarkannya dalam bentuk emas. Kelebihannya, emas memberikan efek emosional yang kuat pada para penyimpannya.
Emas Adalah Magnet Kekayaan
Jika uang yang kita miliki sudah ditukar ke dalam bentuk emas, maka kita tidak akan kerepotan lagi dalam memikirkan belanjaan. Sebaliknya, yang ada malah rasa ingin terus membeli dan mengumpulkannya lagi. Ada rasa sayang saat ingin menjualnya, meskipun terkadang pada waktu itu sedang membutuhkan uang tunai. Singkatnya, emas itu tidak akan mudah-mudahan dijual setakat ingin mengganti gorden baru atau mengganti pelek sport baru.
Justru itu, emas memiliki daya magnet kekayaan yang besar, dan itu bukan terletak pada harganya yang melambung tinggi akan tetapi ia melekat erat pada diri kita sehingga Allah SWT memberi ancaman dengan azab yang pedih bagi mereka yang tidak mau mengeluarkan zakat emas. Naluri manusia pasti akan merasa keberatan jika emas tersebut ditukar tapi tidak ada timbal balik buat mereka seperti menzakati emasnya. Yang ada dibenak pikirannya hanya ingin menambah lagi dan lagi. Itulah fitrah manusia.
Berbeda dengan menyimpan uang yang semakin sering dilihat simpanan dalam tabungan atau rekening, yang menimbulkan hasrat untuk berbelanja. Sebab naluri uang memang untuk dibelanjakan. Sementara emas (dalam bentuk fisik) semakin sering dilihat dan disentuh, menimbulkan hasrat untuk memiliki emas lebih banyak lagi.
Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At-Taubah: 34)
Simpanan Darurat Pribadi
Secara pribadi, saya mewajibkan diri saya untuk menyimpan dana darurat dengan minimal 12 bulan pendapatan. Jumlah ini merupakan jumlah yang aman bagi orang yang sering melakukan perniagaan seperti saya. tiga bulan awal pendapatan saya simpan dalam bentuk uang tunai di bank, dan sembilan bulan pendapatan lainnya saya simpan dalam bentuk emas.
Menurut saya, emas juga sesuai untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif simpanan darurat. Ia adalah uang tunai dalam bentuk yang lain. Jika ingin di uangkan, kita bisa menjualnya atau menggadaikannya untuk mendapatkan uang tunai dengan cepat.
Sebelum terjadinya kemerosotan pada mata uang ringgit di tahun 2015 lalu, saya telah menyimpan dana pendapatan enam bulan didalam akun rekening Tabung Haji Malaysia dan enam bulan pendapatan lainnya dalam bentuk emas. Akan tetapi, hal itu membuat saya risau dan khawatir setelah melihat keadaan ringgit yang semakin merosot. Akhirnya saya memutuskan untuk merubah rencana awal dengan mengurangi simpanan tunai dan melebihkan simpanan emas. pembagiannya adalah dengan menyimpan pendapatan tiga bulan didalam akun rekening Tabung Haji dan pendapatan sembilan bulan lainnya dalam bentuk emas.
Kekal Pada Angka Atau Daya Beli?
Sebagaimana kita ketahui bersama, uang yang disimpan di bank akan aman pada nominal angkanya. Akan tetapi ada resiko yang bisa menyebabkan daya belinya menjadi turun bahkan hilang dikarenakan inflasi atau kejatuhan pada ringgit. Adapun emas akan tetap selamat pada nilai dan daya belinya walaupun harganya mengalami naik turun dalam jangka waktu yang singkat.
Sebagai bukti, terpuruknya ekonomi Indonesia dI tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis moneter terburuk di masa Indonesia modern. Nilai tukar mata uang US Dollar dari Rp2.380 anjlok menjadi Rp16.650 per dollar. Dengan depresiasi hingga menembus 600% hanya dalam waktu 1 tahun, telah meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Puncaknya di tahun 1998 inflasi menembus 65%, yang kemudian menjatuhkan pemerintahan Presiden Soeharto pada waktu itu.
Juga pada tahun 2015 lalu, mata uang ringgit mengalami penurunan sekitar 30 persen berbanding mata uang US Dollar. Dalam kata lain, penurunan 30 persen tersebut memberi dampak yang besar pada kenaikan harga barang di Malaysia. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan emas. Emas akan tetap selamat di posisi yang aman dari masalah tersebut, bahkan harganya akan semakin meningkat ketika ringgit dalam keadaan menurun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emas memberi keseimbangan pada inflasi ekonomi dan ketidakstabilan mata uang suatu negara. Sungguh menarik bukan?